|
Bekal untuk road trip: peta dan kopi 🙂 Foto oleh Anindito Aditomo |
Banyak yang bilang, Tasmania adalah tujuan wisata terbaik di Australia untuk road trip. Pulau kompak di sebelah selatan mainland Australia ini mudah dijelajahi dengan mobil sewaan atau caravan. Dari ujung ke ujung kira-kira hanya perlu waktu tiga jam bermobil.
Kami berlibur ke Tasmania musim panas yang lalu. Tadinya, Si Ayah mendapat kesempatan untuk mengikuti konferensi di Hobart. Setelah kami pikir-pikir, mengapa tidak sekalian saja menjelajah wilayah Tasmania yang lain? Akhirnya setelah Si Ayah selesai mengikuti konferensi di
Hobart, kami menyewa mobil dan memulai petualangan di pulau yang indah ini. Sayangnya, kami hanya punya waktu dua hari, yang kami habiskan dengan mengunjungi Cradle Mountain, dengan singgah sebentar di Launceston. Hari berikutnya dari Cradle Mountain kami menuju pelabuhan Devonport untuk naik feri Spirit of Tasmania menyeberangi Selat Bass menuju Melbourne. Total perjalanan kami sekitar 450 km.
|
Hobart – Launceston – Cradle Mountain – Devonport. Screenshot dari http://maps.google.com.au/ |
Setelah
tiga hari jalan-jalan di Hobart, kami siap untuk menjelajah bagian Tasmania lainnya. Hari keempat, kami cek out dari
Hotel Grand Chancellor pagi-pagi. Saya tidak ingin ‘terlambat’ sampai di Cradle Mountain karena itu wilayah hutan dan kami juga tidak tahu jalan. Lagipula, begitu senja tiba ada banyak binatang-binatang kecil yang terbang dan sering menabrak kaca mobil. Semakin seram saja dengarnya.
Sementara saya beres-beres, Si Ayah mengambil mobil sewaan dari kantor
Avis. Kami memilih sewa mobil di Avis karena hanya perusahaan ini yang mau menyewakan mobil dari Hobart dan boleh dikembalikan di Melbourne. Drama pagi hari dimulai ketika saya dapat kabar dari Si Ayah bahwa mobil sewaan belum siap. Si Ayah harus menunggu mobilnya diangkut dari kantor di bandara Hobart ke kantor yang di kota. Karena kesalahan mereka ini, kami mendapat upgrade mobil. Tadinya kami pesan mobil kompak Hyundai Getz, oleh Avis kami diberi Mitsubishi Lancer warna silver yang lebih besar dan nyaman. Harga sewa mobil ini untuk tiga hari adalah AU$ 182,39, termasuk sewa
baby car seat untuk Little A, tapi belum termasuk asuransi tambahan (
excess reduction). Jadi kami jalan hanya dengan asuransi standar saja, dengan berharap moga-moga tidak terjadi apa-apa di jalan.
Drama kedua, ketika mobil sudah siap, Little A menolak untuk masuk. Alasan Little A adalah: 1) I don’t like the color 2) I just want to walk. Kami nggak tahu apa alasan Little A sebenarnya. Tapi sepertinya dia terlalu senang tinggal di hotel dan tidak mau pulang 🙂 Selain itu, dia tidak mau naik mobil yang bukan miliknya, yang berwarna biru. Agak lama membujuk Little A supaya mau masuk ke mobil. Saya sudah deg-deg-an karena jadwal akan molor. Si Ayah berusaha menjelaskan rencana perjalanan kami dengan peta yang diberikan Avis. Little A tetap ngeyel mau pulang ke Sydney dengan berjalan kaki, duh! Akhirnya setelah dibujuk dan setengah dipaksa, kami berhasil berangkat dari Hobart jam 11. Perjalanan menuju Launceston memakan waktu 2,5 jam melalui Midland Highway.
|
Si Ayah menjelaskan rencana perjalanan ke Little A yang ngambek |
Perjalanan dari Hobart menuju Launceston sangat lancar. Jarak dari Hobart ke Launceston sekitar 200 km. Di sepanjang perjalanan kami melihat beberapa peternakan dengan ratusan biri-biri yang sedang asyik menikmati rumput hijau. Di antara Hobart dan Launceston sebenarnya ada desa bersejarah,
Ross, yang layak untuk dikunjungi kalau kita punya waktu luang. Desa Ross ini mempunyai bangunan-bangunan kuno peninggalan masa kolonial, salah satunya yang terkenal adalah jembatan tua yang dibangun tahun 1836. Jembatan Ross yang fotonya banyak muncul di buku atau website tentang Tasmania ini tertua nomor tiga di Australia. Kami melewati saja desa Ross ini karena mengejar waktu dan mumpung Little A masih terlelap di mobil.
Launceston adalah kota terbesar kedua di Tasmania setelah Hobart. Kota ini terkenal sebagai daerah penghasil
wine. Penyuka wine tentu tidak akan melewatkan Launceston yang juga mempunyai akses penerbangan langsung dari kota-kota lain di
mainland Australia. Selain mencicipi wine di
Tamar Valley, atraksi utama di Launceston adalah mengunjungi
Cataract Gorge Reserve. Di Cataract Gorge ini kita bisa berjalan-jalan menyusuri lembah sungai yang indah, atau bisa naik
chair lift menyeberangi sungai.
Kami sendiri tidak sempat jalan-jalan di Launceston karena keterbatasan waktu. Kami hanya singgah sebentar untuk makan siang. Restoran yang kami pilih adalah Fish & Chips di tepi sungai Tamar. Kami menghabiskan waktu cukup lama di restoran ini, selain untuk makan, minum kopi (atau makan es krim untuk The Precils), kami juga numpang istirahat dan melepas penat. Suasana di restoran ini cukup nyaman. Waktu kami ke sana, tidak banyak pengunjung lain, mungkin karena sudah lewat jam makan siang. Selain tempat duduk di dalam, ada juga meja-meja yang ditata di luar agar pengunjung bisa makan sambil menikmati pemandangan sungai Tamar.
Kami memesan fish&chips (tentu saja) dan salt&pepper squid. Makanan dengan porsi melimpah datang dalam gulungan kertas yang dibentuk seperti corong. Little A makan dengan lahap, dan setelah kenyang tidak ngambek lagi :p Restoran ini juga menyediakan papan tulis dan kapur warna-warni yang bebas digunakan anak-anak yang mungkin bosan menunggu orang tuanya ngopi. Ide bagus, kan? Little A tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan menggambar beberapa balon kesukaannya.
Setelah kenyang dengan masakan laut dan mood The Precils sudah membaik, kami melanjutkan perjalanan. Kunci suksesnya
road trip memang perut kenyang dan hati yang gembira 😀 Kali ini kami menempuh 155 km dari Launceston menuju penginapan kami di
Cradle Mountain Chateau. Keluar dari Launceston, kami menyusuri Highway no. 1 melewati kota Westbury. Setelah sampai di Elizabeth Town, mobil melipir melalui jalan yang lebih kecil menuju Sheffield. Jalan yang kami lalui lumayan sempit seperti jalan pedesaan, meskipun semuanya sudah beraspal. Beberapa kali kami melihat halte bis di tepi jalan tapi tidak pernah bertemu dengan bis nya. Belakangan kami tahu bahwa bis-bis ini mengangkut anak sekolah yang tinggal di daerah terpencil. Mereka membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam untuk berangkat sekolah.
Di sekitar Sheffield ini pemandangan di jalan yang kami lalui sungguh indah. Di hadapan kami berdiri tegak Mt Roland seperti tembok yang kokoh. Si Ayah sudah gatal ingin turun dari mobil dan mengambil foto. Sayangnya kami tidak bisa berlama-lama di jalan, takut kesorean sampai di hotel. Saya yang beberapa kali melihat rambu bergambar kamera, tetap saja kurang sigap untuk menjepretkan kamera dari dalam mobil yang melaju.
Dari Sheffield ke Moina, jalan mulai menanjak dan berkelok. Si Ayah mulai memperlambat kecepatan menyetir dan lebih hati-hati ketika melalui tikungan. Kanan-kiri kami adalah jurang. Di jalanan ini beberapa kali kami melihat air terjun yang muncul begitu saja dari balik semak-semak. Meski tidak ngebut, jalanan berkelok membuat Little A muntah di dalam mobil. Saya yang kurang antisipasi hanya pasrah mengganti baju Little A dan memberinya minyak telon. Si Ayah ikut membantu membersihkan muntahan yang mengotori kursi dan car seat. Berhenti sejenak untuk mereguk udara segar cukup membantu kami untuk rileks. Perjalanan selanjutnya, dari Moina sampai ke Cradle Mountain berlangsung lancar. Hanya saja Big A tak henti-hentinya bertanya, “Are we there yet?“
Begitu melihat tanda C132, nama ruas jalan yang menuju Cradle Mountain, kami merasa senang sudah berada di jalan yang benar. Beberapa saat kemudian ada tanda bahwa kami memasuki kawasan liar. Penginapan kami terletak paling luar dari kawasan Taman Nasional. Kami lega bisa cek in di hotel sebelum maghrib tiba. Perjalanan yang sebenarnya ‘cuma’ 155 km ini kami tempuh dalam waktu tiga jam.
|
Pemandangan Mt Roland di daerah Sheffield |
|
Memasuki kawasan satwa liar Cradle Mountain |
Malam hari dan esok harinya kami habiskan untuk menjelajah
Cradle Mountain. Siang harinya, setelah makan siang di kafe di Visitor Centre, kami melanjutkan perjalanan menuju
Devonport. Jarak dari Cradle Mountain ke Devonport sekitar 88 km dan bisa ditempuh dalam waktu satu setengah jam dengan mobil. Perjalanan menuju pelabuhan Devonport cukup menyenangkan dengan pemandangan desa-desa kecil di Tasmania. Kami melewati desa Wilmot yang pusat desanya cuma terdiri dari satu gereja dan satu toko yang merangkap menjadi kantor pos 🙂 Setelah Wilmot, kami banyak melihat kotak pos yang bentuknya lucu-lucu yang ditaruh di tepi jalan. Beberapa kotak pos biasanya dijadikan satu di mulut gang menuju rumah dan peternakan mereka yang kemungkinan masih beberapa kilometer jauhnya. Kreativitas warga desa untuk menghias kotak pos ini tentunya cukup untuk menghibur Pak Pos yang sedang bertugas.
Tidak sulit menemukan pelabuhan Devonport untuk naik ke
Spirit of Tasmania yang akan membawa kami menuju Melbourne. Di sepanjang jalan, banyak rambu jalan bergambar kapal feri tersebut.
Saya cukup senang bisa menjelajah Tasmania meskipun waktunya sempit. Kalau bisa, kami ingin memperpanjang kunjungan ke Tasmania ini, terutama ke daerah Cradle Mountain yang tidak akan habis dijelajahi dalam waktu 3 hari. Kalau ada waktu lebih, coba lakukan itinerary road trip seperti yang disarankan website resmi pariwisata Tasmania.
Dalam seminggu, kita bisa menginap semalam di Hobart, dua malam di Strahan, dua malam di Cradle Mountain dan dua malam di Launceston. Kalau ada waktu 10 hari, kita bisa mengelilingi Tasmania, dari Hobart dan balik lagi ke Hobart. Dengan itinerary 10 hari kita bisa menginap semalam di Hobart, dua malam di Strahan, dua malam di Cradle Mountain, dua malam di Launceston dan dua malam di Freycinet dan akhirnya menginap semalam lagi di Hobart.
Strahan adalah kota cantik di tepi teluk, yang merupakan pintu masuk untuk menikmati keindahan alam liar di bagian barat Tasmania. Di Strahan kita bisa berpesiar di sungai Gordon, naik kereta tua menjelajah hutan, dan mengunjungi penguin di pulau Bonnet. Freycinet, kota di sebelah timur Tasmania terkenal dengan keindahan pantai pasir putihnya. Di kota yang terletak di semenanjung ini kita bisa bermain di pantai, atau mendayung kayak atau hiking untuk menikmati keindahan Wineglass Bay dari gardu pandang.
Selain itu, di semua tempat yang disebutkan di sini, kita bisa berinteraksi langsung dengan satwa liar khas Australia di habitat aslinya, mulai dari kanguru, wallaby, platypus, berbagai macam burung dan juga binatang malam seperti wombat dan possum. Tasmania yang merupakan pulau yang terpisah dari daratan Australia memiliki keindahan alam yang lebih murni karena campur tangan manusia juga lebih sedikit. Kalau ingin benar-benar bermain dengan alam asli Australia, Tasmania lah tempatnya.
|
Road Trip 7 hari. Foto: www.puretasmania.com.au |
|
Road Trip 10 Hari. Foto: www.puretasmania.com.au |
~ The Emak
Baca juga catatan perjalanan Big A (dalam bahasa Inggris):